LATAR BELAKANG
Sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
UU NO 5/1984
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional adalah
Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan
Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
|
b.
|
bahwa arah pembaungunan jangka panjang di bidang ekonomi
dalam pembangunan nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang seimbang
yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang
didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta merupakan
pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas
kekuatannya sendiri;
|
||
c.
|
bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi
dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan
oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan
meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara
optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
|
||
d.
|
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk
memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya perangkat
hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang
tentang Perindustrian;
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Pasal 5 ayat (1),Pasal 20 ayat (1),Pasal 27 ayat (2), dan
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
|
|
2.
|
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2048);
|
|||
3.
|
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara
Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
|
|||
4.
|
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
|
|||
5.
|
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
|
|||
6.
|
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3215);
|
|||
7.
|
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3243);
|
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
|
:
|
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN.
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
|
1.
|
Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang
bertalian dengan kegiatan industri.
|
2.
|
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang
dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri.
|
3.
|
Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan
industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri
dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.
|
4.
|
Cabang industri adalah bagian suatu kelompok industri yang
mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi.
|
5.
|
Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang
mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses
produksi.
|
6.
|
Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang
bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri.
|
7.
|
Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan di bidang usaha industri.
|
8.
|
Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber
daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih
lanjut.
|
9.
|
Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah tau
tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri.
|
10.
|
Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan yang
telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses
lebih lanjut menjadi barang jadi.
|
11.
|
Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap
pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi.
|
12.
|
Teknologi industri adalah cara pada proses pengolahan yang
diterapkan dalam industri.
|
13.
|
Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang tepat dan
berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah.
|
14.
|
Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang
berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan
atau bagian-bagiannya.
|
15.
|
Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang
berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan
peralatan industri lainnya.
|
16.
|
Standar industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil
produksi industri yang disatu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi,
mutu, dan lain-lain serta di segi lain menyangkut cara mengolah, cara
menggambar, cara menguji dan lain-lain.
|
17.
|
Standardisasi industri adalah penyeragaman dan penerapan
dari standar industri.
|
18.
|
Tatanan industri adalah tertib susunan dan pengaturan
dalam arti seluas-luasnya bagi industri.
|
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonimi,
kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan
kelestarian lingkungan hidup.
|
Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk :
|
1.
|
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara
adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil
budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan
hidup;
|
2.
|
meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah
struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih
seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas
bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi
pertumbuhan industri pada khususnya;
|
3.
|
meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong
terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap
kemampuan dunia usaha nasional;
|
4.
|
meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan
golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam
pembangunan industri;
|
5.
|
memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
|
6.
|
meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor
hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan
pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada
luar negeri;
|
7.
|
mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang
menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
|
8.
|
menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis
dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.
|
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
(1)
|
Cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
|
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 5
(1)
|
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk
dalam kelompok industi kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan
tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat diusahakan hanya
oleh Warga Negara Republik Indonesia.
|
(2)
|
Pemerintah menetapkan jenis-jenis industri yang khusus
dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat
pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
|
(3)
|
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk
penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.
|
BAB IV
PENGATURAN,PEMBINAAN, DAN
PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
PENGATURAN,PEMBINAAN, DAN
PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan terhadap industri, untuk :
|
1.
|
mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara
sehat dan berhasil guna;
|
2.
|
mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta
mencegah persaingan yang tidak jujur;
|
3.
|
mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu
kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
|
Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan bidang usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah
untuk memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan
industri.
|
Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan
dengan memperhatikan :
|
1.
|
Penyebaran dan pemerataan pembangunan industri dengan
memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan mempergunakan proses
industri dan teknologi yang tepat guna untuk dapat tumbuh dan berkembang atas
kemampuan dan kekuatan sendiri;
|
2.
|
Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan
pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaan-perusahaan yang
melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan
industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat;
|
3.
|
Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri
terhadap kegiatan-kegiatan industri dan perdagangan luar negeri yang
bertetangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan
perkembangan industri dalam negeri pada khususnya;
|
4.
|
Pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian
sumber daya alam.
|
Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi :
|
1.
|
keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri untuk
meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan
produksi nasional;
|
2.
|
keterkaitan antara bidang usaha industri dengan
sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah
serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
|
3.
|
pertumbuhan industri melalui prakarsa, peran serta, dan swadaya
masyarakat.
|
Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling
menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama
tersebut.
|
Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan
jenis-jenis industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan
kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.
|
BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
(1)
|
Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap
perluasannya wajib memperoleh izin Usaha Industri.
|
(2)
|
Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri.
|
(3)
|
Kewajiban memperoleh Izin Usaha Industri dapat
dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
|
(4)
|
Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 14
(1)
|
Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya
berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib menyampaikan
informasi industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil produksinya
kepada Pemerintah.
|
(2)
|
Kewajiban untuk menyampaikan informasi industri dapat
dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
|
(3)
|
Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata cara penyampaian
informasi industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 15
(1)
|
Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya
berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib melaksanakan upaya
yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya
termasuk pengangkutannya.
|
(2)
|
Pemerintah mengadakan pembinaan berupa bimbingan dan
penyuluhan, mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keamanan dan
keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri termasuk
pengangkutannya.
|
(3)
|
Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian yang
menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi
industri termasuk pengangkutannya.
|
(4)
|
Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
BAB VI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI, DAN STANDARDISASI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI, DAN STANDARDISASI
Pasal 16
(1)
|
Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan bidang usaha
industri, perusahaan industri menggunakan dan menciptakan teknologi industri
yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat yang tersedia dan telah
dikembangkan di dalam negeri.
|
(2)
|
Apabila perangkat teknologi industri yang diperlukan tidak
tersedia atau tidak cukup tersedia di dalam negeri, Pemerintah membantu
pemilihan perangkat teknologi industri dari luar negeri yang diperlukan dan
mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
|
(3)
|
Pemilihan dan pengalihan teknologi industri dari luar
negeri yang bersifat strategis dan diperlukan bagi pengembangan industri di
dalam negeri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 17
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum yang
ketentuan-ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 18
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang bangun
dan perekayasaan industri.
|
Pasal 19
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan barang
hasil industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta untuk
mencapai daya guna produksi.
|
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI
WILAYAH INDUSTRI
Pasal 20
(1)
|
Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah pusat
pertumbuhan industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan
tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
|
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
BAB VIII
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 21
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 21
(1)
|
Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan
dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidupĆ¾ akibat kegiatan industri yang
dilakukannya.
|
(2)
|
Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa
bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan
penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.
|
(3)
|
Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri
kecil.
|
BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan terhadap industri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Pasal 23
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai bidang
usaha industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam
rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung
jawab, dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
|
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1)
|
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan
Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan
hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
|
(2)
|
Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14
ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan hukuman tambahan
pencabutan Izin Usaha Industrinya.
|
Pasal 25
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan
desain produk industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara
selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah).
|
Pasal 26
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana
penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan dicabut
Izin Usaha Industrinya.
|
Pasal 27
(1)
|
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
|
(2)
|
Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana
kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah).
|
Pasal 28
(1)
|
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(1), Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
|
(2)
|
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(2), dan Pasal 27 ayat (2) adalah pelanggaran.
|
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perindustrian yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan
penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.
|
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini,
Bedrijfsreglementerings-ordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86)
dinyatakan tidak berlaku lagi bagi industri.
|
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
|
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO |
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar