A.MASYARAKAT
PEDESAAN DAN PERKOTAAN
1. MASYARAKAT
PERKOTAAN, ASPEK-ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
a.
Pengertian
Masyarakat
Dalam bahasa
Inggris masyarakat adalah society yang pengertiannya mencakup interaksi sosial,
perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Istilah masyarakat disebut pula sistem
sosial. Untuk pemahaman lebih luas tentang pengertian masyarakat sebaiknya kita
kemukakan beberapa definisi masyarakat sebagai berikut:
a)
Selo Soemardjan : Masyarakat adalah orang-orang yang hidup
bersama dan menghasilkan kebudayaan.
b)
J.L. Gilin dan J.P. Gilin : Masyarakat adalah kelompok yang tersebar
dengan perasaan persatuan yang sama.
c)
Max Weber : Masyarakat sebagai suatu struktur atau aksi yang pada
pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
d)
Sosiolog Emile Durkheim : Masyarakat adalah suatu kenyataan
objektif
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
e)
Karl Marx : Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan
organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara
kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.
kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.
f)
M.J. Herskovits : Masyarakat adalah kelompok individu yang
diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.
g)
Koentjaraningrat (1994) : Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia
yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat
kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
h)
Ralph Linton (1968) : Masyarakat adalah setiap kelompok
manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu
membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap sebagai satu
kesatuan sosial.
b.
Syarat-syarat Menjadi Masyarakat
Syarat terbentuknya masyarakat yakni; sejumlah
manusia yang hidup bersama dalam waktu yang relatif lama; merupakan satu
kesatuan; Merupakan suatu sistem hidup bersama, yaitu hidup bersama yang
menimbulkankebudayaan dimana setiap anggota masyarakat merasa dirinya masing-masing
terikat dengan kelompoknya. Berikut ini merupakan syarat-syarat menjadi
masyarakat:
1.
Mematuhi aturan
yang dibuat oleh Negara
2.
Mematuhi
hak dan kewajiban sebagai masyarakat
3.
Melindungi
negara ditempat masyarakat tersebut bermukim
4.
Menciptakan
lingkungan yang tentram dan damai
c.
Pengertian Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian
masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta cirri-ciri
kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Seperti halnya desa, kota
juga mempunyai pengertian yang bermacam-macam seperti pendapat beberapa ahli
berikut ini.
a)
Wirth : Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan
permanen, dihuni oleh orang orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
b)
Max
Weber : Kota menurutnya,
apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya
dipasar lokal.
c)
Dwigth Sanderson : Kota ialah tempat yang berpenduduk
sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa
pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama.
Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu
dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan. Menurut konsep Sosiologik
sebagian Jakarta dapat disebut Kota, karena memang gaya hidupnya yang
cenderung bersifat individualistik.
d.
2 Tipe Masyarakat
Masyarakat mempunyai
tipe seperti berikut :
1)
Masyarakat kecil yang
belum kompleks, yaitu masyarakat yang belum mengenal pembagian kerja,
struktur, dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajarisebagai satu kesatuan.
2)
Masyarakat yang sudah kompleks, yaitu masyarakat yang sudah jauh
menjalankan spesialisasi dalam segala bidang, karena ilmu pengetahuan sudah
maju, teknologi maju, dan sudah mengenal tulisan.
e.
Ciri-ciri Masyarakat Kota
Ada beberapa ciri yang
menonjol pada masyarakat kota yaitu :
1)
Kehidupan
keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
2)
Orang kota
pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang
lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota-kota
kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan kepentingan
paham politik, perbedaan agama dan sebagainya.
3)
Jalan
pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan
bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan
daripada faktor pribadi.
4)
Pembagian
kerja di antra warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang
nyata.
5)
Kemungkinan-kemungkinan
untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada
warga desa.
6)
Interaksi
yang terjai lebih banyak terjadi berdasarkan pada factor kepentingan daripada faktor
pribadi.
7)
Pembagian
waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan
individu.
8)
Perubahan-perubahan
sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam
menerima pengaruh dari luar.
f.
Perbedaan Antara Desa dan Kota
Dalam masyarakat
modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan
masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan
tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana,
karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada
pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat
perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat
membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya
karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan
fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda,
bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua
sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai
berikut:
Masyarakat
Pedesaan
|
Masyarakat
Kota
|
·
Perilaku homogen
·
Perilaku yang dilandasi oleh konsep
kekeluargaan dan kebersamaan
·
Perilaku yang berorientasi pada tradisi
dan status
·
Isolasi sosial, sehingga statik
·
Kesatuan dan keutuhan kultural
·
Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
·
Kolektivisme
|
·
Perilaku heterogen
·
Perilaku yang dilandasi oleh konsep
pengandalan diri dan kelembagaan
·
Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas
dan fungsi
·
Mobilitas sosial, sehingga dinamik
·
Kebauran dan diversifikasi kultural
·
Birokrasi fungsional dan nilai-nilai
sekular >Individualisme
|
Warga suatu
masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam
ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem
kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994).
Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di
desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan
kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat
pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang
kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan
penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya
merupakan pekerjaan sambilan saja.
Golongan
orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting.
Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan
yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan
kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan,
lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri
yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan
kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat
mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut
sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1) jumlah dan kepadatan
penduduk
2) lingkungan hidup
3) mata pencaharian
4) corak kehidupan sosial
5) stratifiksi sosial
6) mobilitas sosial
7) pola interaksi sosial
8) solidaritas sosial
9) kedudukan dalam hierarki
sistem administrasi nasional
g.
Hubungan Desa dengan Kota
Masyarakat pedesaan
dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama lain.
Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat.
Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota
tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan
seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga
kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh
bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan
raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja
musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan
dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka
merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
“Interface”, dapat
diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan perdesaan,
nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi,
pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain
sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa
cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam
hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin
menentukan kehidupan perdesaan.
Secara teoristik,
kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa caar, seperti: (i) Ekspansi
kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah
atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan
besaran dan kecepatan yang beraneka ragam; (ii) Invasi kota , pembangunan
kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah
perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya
diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk,
prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak
terjadi; (iv) ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan
produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut
kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak
pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang
dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan
mengkota.
Salah satu bentuk
hubungan antara kota dan desa adalah :
a) Urbanisasi
dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan
Kota yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka
timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya
penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan
proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ).
b) Sebab-sebab
Urbanisasi
1)
Faktor-faktor
yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push
factors)
2)
Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik
penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota (pull factors)
Hal – hal yang termasuk push factor
antara lain :
1)
Bertambahnya
penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
2)
Terdesaknya
kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
3)
Penduduk
desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat
sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
4)
Didesa
tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
5)
Kegagalan
panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau
panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain
dikota.
Hal – hal yang termasuk pull factor
antara lain :
1)
Penduduk
desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan dan lebih mudah
untuk mendapatkan penghasilan.
2)
Dikota
lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi
industri kerajinan.
3)
Pendidikan
terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
4)
Kota
dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat
pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
5)
Kota
memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau
untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125
).
h.
Aspek Positif dan Negatif Masyarakat
Kota
Perkembangan kota merupakan manifestasi
dari pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik. Kesemuanya ini
akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang memebentuk struktur kota
tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh
tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu
lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi:
a) Wisma: Untuk tempat berlindung terhadap
alam sekelilingnya.
b) Karya: Untuk penyediaan lapangan kerja.
c) Marga: Untuk pengembangan jaringan jalan
dan telekomunikasi.
d) Suka: Untuk fasilitas hiburan, rekreasi,
kebudayaan, dan kesenian.
e) Penyempurnaan: Untuk fasilitas keagamaan,
perkuburan, pendidikan, dan utilitas umum.
Untuk itu semua, maka fungsi dan tugas
aparatur pemerintah kota harus ditingkatkan:
a) Aparatur kota harus dapat menangani
berbagai masalah yang timbul di kota. Untuk itu maka pengetahuan tentang
administrasi kota dan perencanaan kota harus dimilikinya.
b) Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan
dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan cepat dan tepat, agar tidak
disusul dengan masalah lainnya.
c) Masalah keamanan kota harus dapat ditangani
dengan baik sebab kalau tidak, maka kegelisahan penduduk akan menimbulkan
masalah baru.
d) Dalam rangka pemekaran kota, harus
ditingkatkan kerjasama yang baik antara para pemimpin di kota dengan para
pemimpin di tingkat kabupaten tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah
kabupaten dan sekitarnya.
i.
5 Unsur Lingkungan Perkotaan
Perkembangan
kota merupakan manifestasi dari pola-pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan
dan politik. Kesemuanya akan tercermin dalam komponen-komponen yang membentuk
stuktur kota tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan
perkotaan setidaknya mengandung 5 unsur yang meliputi :
1)
Wisma : unsure ini merupakan bagian
ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam
sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam
keluarga. Unsure wisma ini menghadapkan dapat mengembangkan daerah perumahan
penduduk yang sesuai dengan pertambahan kebutuhan penduduk untu masa mendatang
dan juga memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang telah ada agar dapat
mencapai standar mutu kehidpan yang layak, dan memberikan nilai-nilai
lingkungan yang aman dan menyenangkan.
2)
Karya : unsure ini merupakan syarat
yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsure ini merupakan jaminan bagi
kehidupan bermasyarakat.
3)
Marga : unsure ini merupakan ruang
perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat
dengan tempat lainnya didalam kota, serta hubungan antara kota itu dengan kota
lain atau daerah lainnya.
4)
Suka : unsure ini merupakan bagian dari
ruang perkotaan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas hiburan,
rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian
5)
Penyempurna : unsure ini merupakan
bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat tercakup ke
dalam keempat unsur termasuk fasilitas pendidikan dan kesehatan, fasiltias
keagamaan, perkuburan kota dan jaringan utilitas kota.
j.
Fungsi Eksternal Kota
Fungsi eksternal dari kota yakni
seberapa jauh fungsi dan peran kota tersebut dalm kerangka wilayah dan
daerah-daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik secara regional maupun
nasional.
2.
Masyarakat Pedesaan
a. Pengertian Desa
Desa menurut Sukardjo Kartohadi adalah suatu kesatuan hukum
dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Desa
menurut Bintaro merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi,
politik dan cultural yang terdapat
disuatu daerah dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan
daerah lain.
Desa
menurut Paul H.Landis : desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Mempunyai pergaulan
hidup yang saling kenal mengenal antra ribuan jiwa
2. Ada pertalian
perasaan yang sama tentang kesukuaan terhadap
kebiasaan
3. Cara berusaha
(ekonomi) aalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam sekitar seperti : iklim,
keadaan alam, kekayaan alam,
sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah
bersifat sambilan.
b. Ciri-Ciri Desa
1. Didalam masyarakat
pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan
yang lebih mendalam dan erat bila
dibandingkan dengan masyarakat
pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
2. Sistem
kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
3. Sebagian besar
warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
4. Masyarakat
tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian,
agama, adapt istiadat, dan sebagainya.
5. Perbandingan
lahan dengan manusia cukup besar.
6. Sifat-sifat
masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku.
c. Ciri-Ciri Masyarakat Pedesaan
1. Masyarakat desa
memiliki ikatan social yang sangat kuat sebagai suatu
paguyuban.
2. Sesuai dengan
wilayahnya, kegiatan ekonomi yang dominan adalah bidang
pertanian.
3. Corak kehidupan
masyarakatnya ditentukan oleh faktor penguasaan tanah.
d. Macam-Macam Pekerjaan Gotong Royong
1. Perbaikan jalan raya
2. Pembangunan
gedung ibadah
3. Mendirikan
rumah di desa
4. Kerja Bakti
e. Sifat Dan Hakikat Masyarakat Pedesaan
Masyarakat
pedesaan mempunyai sifat yang kaku tapi sangatlah ramah. Biasanya adat dan
kepercayaan masyarakat sekitar yang membuat masyarakat pedesaan masih kaku,
tetapi asalkan tidak melanggar hukum adat dan kepercayaan maka masyarakat
pedesaan adalah masyarakat yang ramah.
Pada
hakikatnya masyarakat pedesaan adalah masyarakat pendukung seperti sebagai
petani yang menyiapkan bahan pangan, sebagai PRT atau pekerjaan yang biasanya
hanya bersifat pendukung tapi terlepas dari itu masyarakat pedesaan banyak juga
yang sudah berpikir maju dan keluar dari hakikat itu.
f. Unsur-Unsur Desa
1. Daerah, meliputi
lokasi, luas, dan batas wilayah serta penggunaannya.
2. Penduduk,
berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas penduduk yang meliputi jumlah,
pertumbuhan, kepadatan, persebaran, dan mata pencaharian.
3. Tata
kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan pergaulan sesama warga
desa. Biasanya ikatan pergaulan antar anggota masyarakat desa masih sangat
erat.
g. Fungsi Desa
1. Desa
sebagai sumber pangan, desa yang merupakan hinterland atau daerah dukung
berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok
2. Desa
sebagai sumber ekonomi, desa ditinjau dari sudut pemberian ekonomi berfungsi
sebagai lumbung bahan mentah dan tenaga kerja yang tidak kecil artinya
3. Desa
sebagai mitra pembangunan wilayah kota, desa dari segi kegiatan kerja desa
dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan,
dll.
3.
Perbedaan Masyarakat Kota Dengan
Masyarakat Desa
Dalam masyarakat modern, sering
dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan
(urban community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak
mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam
masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh
dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada
hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masyarakat desa
dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri.
Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur
serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan
“berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat
diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
Masyarakat
Pedesaan
|
Masyarakat
Kota
|
>Perilaku
homogen
>Perilaku
yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
>Perilaku
yang berorientasi pada tradisi dan status
>Isolasi
sosial, sehingga statik
Kesatuan
dan keutuhan kultural
Banyak
ritual dan nilai-nilai sakral
>Kolektivisme
|
>Perilaku
heterogen
>Perilaku
yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
>Perilaku
yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
>Mobilitas
sosial, sehingga dinamik
Kebauran
dan diversifikasi kultural
Birokrasi
fungsional dan nilai-nilai sekular
>Individualisme
|
Warga suatu masyarakat pedesaan
mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka
dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok
atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985),
menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama,
hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih
memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari
pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata,
tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan
saja.
Golongan orang-orang tua pada
masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta
nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno
(1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya
terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat
dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota.
Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi
kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi
masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1) jumlah dan kepadatan
penduduk
2) lingkungan hidup
3) mata pencaharian
4) corak kehidupan sosial
5) stratifiksi sosial
6) mobilitas sosial
7) pola interaksi sosial
8) solidaritas sosial
9) kedudukan dalam hierarki
sistem administrasi nasional
Pada mulanya masyarakat kota
sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan pada akhirnya masyarakat pedesaan
tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan, dan melupakan kebiasaan
sebagai masyarakat pedesaannya. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat
kota adalah bagaimana cara mereka mengambil sikap dan kebiasaan dalam
memecahkan suata permasalahan. Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu
masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa
nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu,
sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di
jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan
informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut ini
ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya
mereka yang bersifat umum.
1.
Sederhana
2.
Mudah curiga
3.
Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku
didaerahnya
4.
Mempunyai sifat kekeluargaan
5.
Lugas atau berbicara apa adanya
6.
Tertutup dalam hal keuangan mereka
7.
Perasaan tidak ada percaya diri terhadap
masyarakat kota
8.
Menghargai orang lain
9.
Demokratis dan religius
10.
Jika berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan cara beadaptasi
mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong
royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang
kerap digunakan masyarakat pedesaan. Berbeda dengan karakteristik masyarakat
perkotaan, masyarakat pedesaan lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding
kenyamanan pribadi atau individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai
urban community.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada
masyarakat kota yaitu:
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila
dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Masyarakat kota hanya
melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah peribadatan seperti di masjid,
gereja, dan lainnya.
2.
Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung
pada orang lain
3. Di kota-kota kehidupan keluarga sering
sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan agama dan sebagainya.
4. jalan pikiran rasional yang dianut oleh
masyarkat perkotaan.
5. interaksi-interaksi yang terjadi lebih
didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan
antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak
orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan,
sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari
kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.
B. PERTENTANGAN DAN INTERAKSI SOSIAL
1.
Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari
timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena adanya
dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya esensial bagi
kelangsungan hidup individu itu sendiri, jika individu berhasil memenuhi
kepentingannya, maka ia akan merasakan kepuasan dan sebaliknya kegagalan dalam
memenuhi kepentingan akan menimbilkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi
lingkungannya.
Dengan berpegang prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat pada hakikatnya merupakan kepuasan pemenuhan dari kepentingan tersebut.
Oleh karena individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang yang sama persis dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan kepentingan itu antara lain berupa :
1. Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang.
2. Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
3. Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4. Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi.
5. Kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain.
6. Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya
7. Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri
8. Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri
Perbedaan kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi mengenal beberapa fase yaitu:
1. fase disorganisasi yang terjadi karena kesalahpahaman.
2. fase dis-integrasi yaitu pernyataan tidak setuju.
fase dis-integrasi ini memiliki tahapan (Menurut Walter W. Martin dkk):
• ketidaksepahaman anggota kelompok tentang tujuan yang dicapai.
• norma sosial tidak membantu dalam mencapai tujuan yang disepakati.
• norma yang telah dihayati bertentangan satu sama lain.
• sanksi sudah menjadi lemah
• tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.
Dengan berpegang prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat pada hakikatnya merupakan kepuasan pemenuhan dari kepentingan tersebut.
Oleh karena individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang yang sama persis dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan kepentingan itu antara lain berupa :
1. Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang.
2. Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
3. Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4. Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi.
5. Kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain.
6. Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya
7. Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri
8. Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri
Perbedaan kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi mengenal beberapa fase yaitu:
1. fase disorganisasi yang terjadi karena kesalahpahaman.
2. fase dis-integrasi yaitu pernyataan tidak setuju.
fase dis-integrasi ini memiliki tahapan (Menurut Walter W. Martin dkk):
• ketidaksepahaman anggota kelompok tentang tujuan yang dicapai.
• norma sosial tidak membantu dalam mencapai tujuan yang disepakati.
• norma yang telah dihayati bertentangan satu sama lain.
• sanksi sudah menjadi lemah
• tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.
2.
Definisi Diskriminasi dan Ethnosentris
- Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang
tidak adil terhadap individu tertentu,
di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
ejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan
di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
ejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan
-
Ethnosentris
Ethnosentris
( dalam bhs Indonesia ) adalah kecenderungan sikap Individu yang merasa cara
hidup/ budaya mereka lebih superior dan beradab dari yang lainnya.
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan
norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak
dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan
kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk
menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya
sendiri.
Ethnosentrisme dan Stereotype Perasaan dalam dan luar kelompok merupakan dasar untuk suatu sikap yang disebut dengan ethnosentrisme. Anggota dalam lingkungan suatu kelompok , punyai kecenderungan untuk menganggap segala yang termasuk dalam kebudayaan kelompok sendiri sebagai utama, baik riil, logis, sesuai dengan kodrat alam, dan sebagainya, dan segala yang berbeda dan tidak masuk ke dalam kelompok sendiri dipandang kurang baik, tidak susila, bertentangan dengan kehendak alam dan sebagainya. Jecenderungan-jecenderungan tersebut disebut dengan enthosentrisme, yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
Dalam melakukan penilaian mengenai sesuati, seseorang cenderung menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub, seperti kaya miskinm rajin malas, pintar bodoh. Kecenderungan
Ethnosentrisme dan Stereotype Perasaan dalam dan luar kelompok merupakan dasar untuk suatu sikap yang disebut dengan ethnosentrisme. Anggota dalam lingkungan suatu kelompok , punyai kecenderungan untuk menganggap segala yang termasuk dalam kebudayaan kelompok sendiri sebagai utama, baik riil, logis, sesuai dengan kodrat alam, dan sebagainya, dan segala yang berbeda dan tidak masuk ke dalam kelompok sendiri dipandang kurang baik, tidak susila, bertentangan dengan kehendak alam dan sebagainya. Jecenderungan-jecenderungan tersebut disebut dengan enthosentrisme, yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
Dalam melakukan penilaian mengenai sesuati, seseorang cenderung menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub, seperti kaya miskinm rajin malas, pintar bodoh. Kecenderungan
menyederhanakan secara
maksimal ini disebabkan individu lebih mudaj melakukan hal ini dari pada
melakukan penilaian secara majemuk. Dengan demikian stereotype bukan saja suatu
kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan
secara berlebihlebihan. Penyederhanaan dan pemukul rataan mengandung
stereotype, sehingga merupakan dasar dari prasangka.
3.
Jelaskan
Tentang Diskriminasi dan Ketegangan dalam Masyarakat
-
Diskriminasi
Menyangka-nyangka atau lebih dikenal
dengan sebutan prasangka, menurut pribadi saya adalah suatu asumsi terhadap
seseorang melalui pemikiran tentang suatu hal/kejadian yang belum tentu benar,
tetapi orang tersebut sudah men-judge dahulu hal/kejadian yang dilakukan
seseorang itu adalah buruk. Mungkin terlalu rumit untuk dijelaskan dan
dipahami, tetapi biasanya orang Indonesia lebih sering menggunakan kata
“Sukhuzon” daripada menggunakan kata prasangka.
Disamping prasangka ada juga yang
disebut dengan diskriminasi. Berprasangka tentu berbeda dengan
ber-diskriminasi. Bagi saya, prasangka lebih ke arah karakter/sifat seseorang
tetapi berbeda dengan diskriminasi yang cenderung ke arah tindakan.
Diskriminasi pada dasarnya berarti tidak adil. Tidak adil terhadap apa?!? Tidak
adil berupa tindakan dimana seorang individu diperlakukan tidak secara adil
terhadap kondisi fisik sesorang, suku, golongan, ras, agama, cara pandang dan
lain-lain. Orang yang diskriminasi cenderung lebih memilih teman dan
membeda-bedakan orang. Untuk menghindari terjadinya tindakan-tindakan
diskriminasi diperlukan:
a. Pendidikan yang cukup.
b. Menjadi dewasa dalam cara berpikir.
c. Saling menghormati dan menghargai
setiap anggota masyarakat disekitarnya.
Kita sebagai manusia cenderung berpikir bahwa apa yang kita
lakukan itu adalah hal-hal dan pemikiran kita itu adalah yang benar, yang
terbaik, dan lebih berpikir bahwa apa yang sudah kita lakukan itu lebih benar
dari yang lainnya. Hal semacam ini disebut dengan etnosentrisme. Etnosentrisme
adalah sikap cenderung mengganggap nilai dan norma kebudayaannya lebih unggul
dan terbaik dan membedakannya dengan kebubudayaan lain. Biasanya saya menemukan
orang-orang yang sepertinya memiliki sifat etnosentrisme ini dengan ciri-ciri
bertingkah laku kaku, tidak luwes dan peka, dan canggung dalam bergaul.
-
Ketegangan dalam
Masyarakat
Ketegangan dalam masyarakat menurut
saya sering terjadi dalam masyarakat di Indonesia. Adanya perbedaan-perbedaan
dalam interaksi masyarakat merupakan faktor penyebab timbulnya ketegangan dalam
masyarakat yang biasa disebut konflik. Konflik dalam masyarakat bukan berupa
perang fisik, walaupun terkadang ada juga yang sampai beradu fisik untuk
menyelesaikan konflik tersebut. Konflik terjadi karena perbedaan nilai, norma,
aturan antara kelompok yang berselisih dalam masyarakat.
Untuk men-solve konflik masyarakat,
saya menyimpulkan beberapa cara yaitu: Melakukan voting, Musyawarah dan
berdiskusi dengan pemimpin masyarakat, atau sampai mengundurkan diri untuk
menclear masalah.
4.
Golongan-golongan
yang Berbeda dan Interaksi social, jelaskan.
Untuk
mendalami lebih jauh mengenai materi tentang kontrol sosial, kita akan melihat
dengan mengkaitkan materi mengenai interaksi sosial. Interaksi sosial
didefinisikan sebagai proses dimana orang-orang yang berkomunikasi saling
mempengaruhi dalam tindakan dan pikiran. Pertanyaannya sekarang adalah mengapa
orang-orang itu terlibat di dalam interaksi? Jawabannya sederhana saja, kita
tinggal mengembalikan kepada asumsi dasar mengenai manusia, yaitu manusia
adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, maka manusia tidak bisa hidup
sendiri. Manusia saling membutuhkan. Dan untuk memenuhi kebutuhannya, maka
manusia harus melakukan interaksi. Dengan interaksi, kebutuhan manusia akan
dapat terpenuhi.
Kalau kita bicara megenai interaksi,
maka setidaknya kita akan bicara mengenai dua orang. Oleh Simmel hubungan yang
terjadi antara dua orang ini dikatakan sebagai kelompok dyadic (kelompok
dua-an). Dalam kelompok ini, kondisi yang terjadi adalah kemungkinan untuk
terputusnya interaksi menjadi sangat besar. Bayangkan jika Anda berinteraksi
dengan salah satu teman Anda, kemudian teman Anda pergi meninggalkan Anda, maka
Anda hanya akan tinggal sendiri dan tidak bisa lagi melakukan interaksi. Lain
halnya bila interaksi yang Anda lakukan terjadi bersama tiga orang teman Anda.
Jika salah satu pergi meninggalkan Anda, maka interaksi masih bisa dilakukan
dengan rekan Ada yang lain yang masih tinggal. Untuk itulah Simmel mencoba
mengukur mutu suatu kelompok dengan mendasarkan pada jumlah anggota kelompok.
Semakin besar jumlah anggota kelompok yang ada, maka kelompok itu dapat
dikatakan memiliki mutu yang semakin tinggi. Namun hal itu tentu saja masih
diperdebatkan, karena terkesan terlalu menyederhanakan suatu masalah.
Lebih lanjut Simmel
juga menegaskan bahwa dalam kelompok tryadic (kelompok tiga- an) ada
beberapa macam, yaitu:
1) Kelompok
dimana orang ketiga berperan sebagai mediator. Orang ketiga ini akan menjadi
penengah ketika antara dua orang dalam kelompok yang lain saling bertengkar.
2)
Kelompok dimana orang ketiga berperan
sebagai tertius gaudiens. Orang ketiga ini akan menjadi senang ketika
antara dua orang dalam kelompok yang lain saling bertengkar, karena ia akan
dapat mengambil keuntungan dari pertengkaran tersebut.
3)
Kelompok dimana orang ketiga berperan
sebagai devide et impera. Orang ketiga ini akan menjadi
"provokator" atau selalu mengadu domba antar anggota kelompok
lainnya, agar mereka bertengkar.
Pertanyaan berikutnya
adalah bagaimana interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih atau lebih
jauh lagi di dalam masyarakat? Untuk membahas lebih jauh ada baiknya jika kita
menggunakan konsep yang dikatakan sebagai kontrol sosial. Jika kita bicara
mengenai kontrol sosial, maka kita setidaknya harus mengetahui terlebih dahulu
mengenai 3 pandangan dalam sosiologi, dalam memandang keberadaan individu dan
masyarakat. Masing-masing pandangan berbeda dalam menempatkan kontrol sosial
dan lebih jauh lagi dalam menempatkan interaksi antara anggotanya. Mari kita
lihat satu persatu. .
· Golongan
yang memberi penekanan pada masyarakat, memandang bahwa masyarakat mempengaruhi
individu dalam melakukan interaksinya. Golongan ini dipelopori oleh Durkheim
yang memperkenalkan konsepnya yang terkenal, yaitu fakta sosial. Masyarakat
mempengaruhi individu, dengan kata lain ada kontrol sosial yang ada di dalam
masyarakat yang mempengaruhi interaksi yang terjadi antara individu. Kontrol
sosial didefinsikan sebagai cara yang dipakai masyarakat untuk mengendalikan si
penyimpang pada jalur yang sudah diyakini masyarakat sebagai garis yang benar.
Dengan demikian, dalam melakukan interaksinya, individu-individu dikontrol oleh
suatu di luar dirinya, yang kita katakan sebagai kontrol sosial. Ambil contoh
berikut sebagai ilustrasi. Bayangkan Anda sekarang ini berada di rumah. Anda ingin
berinteraksi dengan orang tua. Maka Anda diharuskan untuk menunggu orang tua
Anda bangun pagi, baru Anda diperbolehkan bicara. Anda dilarang untuk
membangunkan orang tua. Nah ada kontrol sosial yang mengatur Anda dalam
berinteraksi di rumah. Kemudian Anda keluar rumah dan pergi ke kampus. Di
lingkungan kampus, kembali Anda dihadapkan pada kontrol sosial yang berbeda
dengan apa yang Anda hadapi di rumah. Dan lagi-lagi Anda dihadapkan pada
seperangkat aturan yang mengkontrol interaksi Anda dengan orang lain. Misalnya
saja di dalam ruang kuliah Anda tidak boleh bicara dengan rekan Anda di
sebelah. Anda tidak boleh makan di ruang kuliah, dan sebagainya. Semua itu
merupakan kontrol sosial yang mempengarui interaksi yang Anda lakukan. Dengan
demikian terlihatlah bahwa masyarakat (dalam hal ini digambarkan dengan kontrol
sosial) mempengaruhi individu (digambarkan dengan interaksi).
Hal ini menjadi
semakin jelas bila kita mengkaitkan interaksi dengan stratifikasi. Dalam
stratifikasi kita mengenal adanya pembedaan kelas, dimana dalam kelas yang
berbeda, maka interaksi yang ada juga akan berbeda. Sebagai ilustrasi, Anda
bisa saja mengatakan dengan gaya prokem kepada rekan Anda dengan memakai
kata-kata "lu, gue", sedangkan hal yang sama tidak mungkin Anda
lakukan bila Anda berhadapan dengan dosen. Nah kondisi ini menggambarkan
bagaimana interaksi yang terjadi antar individu dipengaruhi oleh kontrol sosial
yang ada di dalam masyarakat.
· Golongan
yang kedua, memberikan penekanan yang berlawanan dengan golongan pertama.
Golongan ini dipelopori oleh Weber, yang memperkenalkan konsep tentang
"meaning" atau makna. Bukan masyarakat yang memegang peranan penting,
namun justru individulah yang memegang peran sentral. Individu memiliki
kebebasan dalam melakukan interaksi. Memang golongan ini mengakui bahwa ada
sesuatu di luar diri manusia yang mempengaruhi individu dalam berinteraksi,
namun individu memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang akan dia
lakukan. Jika Durkheim menganggap reaksi yang diberikan individu berbeda dengan
apa yang ada di masyarakat, maka dikatakan sebagai penyimpangan, namun lain
halnya dengan Weber, yang menganggap perbedaan reaksi yang diberikan merupakan
suatu hal yang wajar dan bukan penyimpangan, karena manusia merupakan individu
yang unik. Dalam pandangan Weber kontrol sosial tidak terlihat secara jelas
dalam mempengaruhi interaksi. Yang ditekankan dalam golongan ini untuk
melakukan interaksi adalah adanya kesamaan arti terhadap apa yang
dikomunikasikan oleh individu. Interaksi tentunya tidak akan berjalan
sebagaimana mestinya jika orang-orang yang saling berinteraksi tidak memiliki
kesamaan arti. Bayangkan jika Anda berinteraksi dengan orang Jawa kuno, yang
sangat kolot. Dalam interaksi tersebut Anda menunjuk orang tersebut dengan jari
telunjuk (sesuatu hal yang wajar dalam masyarakat umum). Yang terjadi kemudian
adalah ia akan menjadi marah, karena dalam adat orang Jawa tersebut, tindakan
yang Anda lakukan adalah tidak sopan. (untuk menunjuk sesorang dengan status
yang lebih tinggi biasanya digunakan ibu jari dan bukan jari telunjuk). Nah
terlihat jelas bukan, bahwa kesamaan arti merupakan suatu hal yang krusial
dalam melakukan interaksi. Lebih jelas lagi jika Anda mencoba menjawab
pertanyaan ini, "mungkinkah Anda berbicara dengan suku Indian di Amerika
yang hanya bisa berbahasa Indian?"
· Golongan
yang ketiga boleh dikatakan golongan yang mencoba menjembatani kedua golongan
yang berlawanan penekanan tersebut. Golongan ini dipelopori oleh Berger, yang
memperkenalkan konsep eksternalisasi dan internalisasi. Untuk golongan ini
terlihat jelas bagaimana proses interaksi berlangsung, dan bagaimana kontrol
sosial mempengaruhi proses interaksi tersebut. Mari kita lihat bersama-sama.
Individu sebagai mahluk sosial, memiliki beberapa kebutuhan yang hanya dapat ia
terima melalui orang lain. Individu perlu berinteraksi dengan sesama. Pada saat
yang bersamaan individu melakukan suatu proses yang oleh Berger dikatakan
sebagai eksternalisasi. Konsep ini didefinisikan sebagai upaya mengungkapkan
apa yang ada di dalam diri individu. Proses ini menggambarkan apa yang
diungkapkan oleh Weber, bahwa individu bebas mengungkapkan apa yang ada di
dalam dirinya. Apa yang diungkapkan oleh individu setelah melalui proses pada
akhirnya akan menjadi sesuatu yang mapan, sesuatu yang sudah diakui secara
bersama oleh suatu komunitas, yang oleh Berger dikatakan bahwa pada saat itu
telah terjadi objektivikasi. Kemudian setelah melalui proses berikutnya si
individu justru berperilaku sesuai dengan apa yang sudah mapan, yang oleh
Berger dikatakan sebagai internalisasi, yaitu menyerap apa yang ada di luar
individu), lalu dimana proses interaksi berlangsung? Boleh dikata proses
interaksi bisa berlangsung pada saat individu melakukan eksternalisasi, pada
saat individu melakukan objektivikasi, dan pada saat individu melakukan
internalisasi. Dengan kata lain apa yang dilakukan oleh individu, berada dalam
kerangka interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya.
5. Pengertian
Interaksi Sosial
Interaksi
sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok,
dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interkasi sosial maka tidak akan
mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah suatu interaksi
atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antar manusia yang
berlangsung sepanjang hidupnya didalam amasyarakat. Menurut Soerjono Soekanto,
proses sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika
individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem
dan bentuk hubungan sosial.
Homans
( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi
sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang
terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu
tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya.
Konsep
yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu
stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
Sedangkan
menurut Shaw, interaksi sosial adalah
suatu pertukaran antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya
satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing- masing perilaku mempengaruhi
satu sama lain. Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut dan Kelley
bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa saling
mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka
menciptakan suatu hasil satu sam lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi
dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi
individu lain.
Menurut
Bonner ( dalam Ali, 2004) merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih
individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi
individu lain atau sebaliknya.
Menurut
beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, interaksi adalah hubungan
timbal balik anatara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang
terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih
dari sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan
terjadi saling mempengaruhi.
Sumber:
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/isip4110/faktor_stra.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar