Pages

Minggu, 30 November 2014

Ilmu budaya Dasar ke-3



A.MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN
1. MASYARAKAT PERKOTAAN, ASPEK-ASPEK POSITIF DAN NEGATIF

a.      Pengertian Masyarakat
Dalam bahasa Inggris masyarakat adalah society yang pengertiannya mencakup interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Istilah masyarakat disebut pula sistem sosial. Untuk pemahaman lebih luas tentang pengertian masyarakat sebaiknya kita kemukakan beberapa definisi masyarakat sebagai berikut:
a)    Selo Soemardjan : Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
b)   J.L. Gilin dan J.P. Gilin : Masyarakat adalah kelompok yang tersebar dengan perasaan persatuan yang sama.
c)    Max Weber : Masyarakat sebagai suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
d)   Sosiolog Emile Durkheim : Masyarakat adalah suatu kenyataan objektif
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
e)   Karl Marx : Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara
kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.
f)    M.J. Herskovits : Masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.
g)   Koentjaraningrat (1994) : Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
h)   Ralph Linton (1968) : Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap sebagai satu kesatuan sosial.


b.      Syarat-syarat Menjadi Masyarakat
Syarat terbentuknya masyarakat yakni; sejumlah manusia yang hidup bersama dalam waktu yang relatif lama; merupakan satu kesatuan; Merupakan suatu sistem hidup bersama, yaitu hidup bersama yang menimbulkankebudayaan dimana setiap anggota masyarakat merasa dirinya masing-masing terikat dengan kelompoknya. Berikut ini merupakan syarat-syarat menjadi masyarakat:
1.     Mematuhi aturan yang dibuat oleh Negara
2.    Mematuhi hak dan kewajiban sebagai masyarakat
3.    Melindungi negara ditempat masyarakat tersebut bermukim
4.    Menciptakan lingkungan yang tentram dan damai


c.       Pengertian Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta cirri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacam-macam seperti pendapat beberapa ahli berikut ini.
a)    Wirth : Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
b)   Max Weber : Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
c)    Dwigth Sanderson : Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan. Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut  Kota, karena memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistik.


d.      2 Tipe Masyarakat
Masyarakat mempunyai tipe seperti berikut :
1)    Masyarakat kecil yang belum kompleks, yaitu masyarakat yang belum mengenal pembagian kerja, struktur, dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajarisebagai satu kesatuan.
2)   Masyarakat yang sudah kompleks, yaitu masyarakat yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang, karena ilmu pengetahuan sudah maju, teknologi maju, dan sudah mengenal tulisan.


e.       Ciri-ciri Masyarakat Kota
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
1)    Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
2)   Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan kepentingan paham politik, perbedaan agama dan sebagainya.
3)   Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
4)   Pembagian kerja di antra warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
5)   Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa.
6)   Interaksi yang terjai lebih banyak terjadi berdasarkan pada factor kepentingan daripada faktor pribadi.
7)   Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu.
8)   Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.


f.       Perbedaan Antara Desa dan Kota
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:

Masyarakat Pedesaan
Masyarakat Kota
·         Perilaku homogen
·         Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
·         Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
·         Isolasi sosial, sehingga statik
·         Kesatuan dan keutuhan kultural
·         Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
·         Kolektivisme
·         Perilaku heterogen
·         Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
·         Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
·         Mobilitas sosial, sehingga dinamik
·         Kebauran dan diversifikasi kultural
·         Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular  >Individualisme
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan  sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1)    jumlah dan kepadatan penduduk
2)    lingkungan hidup
3)    mata pencaharian
4)    corak kehidupan sosial
5)    stratifiksi sosial
6)    mobilitas sosial
7)    pola interaksi sosial
8)    solidaritas sosial
9)    kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional


g.      Hubungan Desa dengan Kota
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
“Interface”, dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa caar, seperti: (i) Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam; (ii) Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi; (iv) ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
Salah satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah :
a)   Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota  yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ).
b)  Sebab-sebab Urbanisasi
1)    Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push factors)
2)    Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota (pull factors)
Hal – hal yang termasuk push factor antara lain :
1)    Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
2)   Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
3)   Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
4)   Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
5)   Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
Hal – hal yang termasuk pull factor antara lain :
1)    Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota  banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan.
2)   Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
3)   Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
4)   Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
5)   Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125 ).


h.      Aspek Positif dan Negatif Masyarakat Kota
Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik. Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang memebentuk struktur kota tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi:
a)    Wisma: Untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
b)   Karya: Untuk penyediaan lapangan kerja.
c)    Marga: Untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi.
d)   Suka: Untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan kesenian.
e)   Penyempurnaan: Untuk fasilitas keagamaan, perkuburan, pendidikan, dan utilitas umum.
Untuk itu semua, maka fungsi dan tugas aparatur pemerintah kota harus ditingkatkan:
a)    Aparatur kota harus dapat menangani berbagai masalah yang timbul di kota. Untuk itu maka pengetahuan tentang administrasi kota dan perencanaan kota harus dimilikinya.
b)   Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan cepat dan tepat, agar tidak disusul dengan masalah lainnya.
c)    Masalah keamanan kota harus dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak, maka kegelisahan penduduk akan menimbulkan masalah baru.
d)   Dalam rangka pemekaran kota, harus ditingkatkan kerjasama yang baik antara para pemimpin di kota dengan para pemimpin di tingkat kabupaten tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah kabupaten dan sekitarnya.


i.        5 Unsur Lingkungan Perkotaan
Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola-pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik. Kesemuanya akan tercermin dalam komponen-komponen yang membentuk stuktur kota tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan setidaknya mengandung 5 unsur yang meliputi :
1)    Wisma : unsure ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga. Unsure wisma ini menghadapkan dapat mengembangkan daerah perumahan penduduk yang sesuai dengan pertambahan kebutuhan penduduk untu masa mendatang dan juga memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang telah ada agar dapat mencapai standar mutu kehidpan yang layak, dan memberikan nilai-nilai lingkungan yang aman dan menyenangkan.
2)   Karya : unsure ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsure ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat.
3)   Marga : unsure ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya didalam kota, serta hubungan antara kota itu dengan kota lain atau daerah lainnya.
4)   Suka : unsure ini merupakan bagian dari ruang perkotaan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian
5)   Penyempurna : unsure ini merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat tercakup ke dalam keempat unsur termasuk fasilitas pendidikan dan kesehatan, fasiltias keagamaan, perkuburan kota dan jaringan utilitas kota.


j.        Fungsi Eksternal Kota
Fungsi eksternal dari kota yakni seberapa jauh fungsi dan peran kota tersebut dalm kerangka wilayah dan daerah-daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik secara regional maupun nasional.


2.    Masyarakat Pedesaan
a.      Pengertian Desa
        Desa menurut Sukardjo Kartohadi adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Desa menurut Bintaro merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan cultural yang terdapat disuatu daerah dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.
Desa menurut Paul H.Landis : desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antra ribuan jiwa
2.         Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuaan terhadap
kebiasaan
3.         Cara berusaha (ekonomi) aalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam sekitar seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam,
sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

b.     Ciri-Ciri Desa
1. Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan
yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat
pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
2.         Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
3.         Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
4.         Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian,
agama, adapt istiadat, dan sebagainya.
5.         Perbandingan lahan dengan manusia cukup besar.
6.         Sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku.
       
c.      Ciri-Ciri Masyarakat Pedesaan
1. Masyarakat desa memiliki ikatan social yang sangat kuat sebagai suatu
paguyuban.
2.         Sesuai dengan wilayahnya, kegiatan ekonomi yang dominan adalah bidang
pertanian.
3. Corak kehidupan masyarakatnya ditentukan oleh faktor penguasaan tanah.

d.     Macam-Macam Pekerjaan Gotong Royong
1. Perbaikan jalan raya
2.         Pembangunan gedung ibadah
3.         Mendirikan rumah di desa
4.         Kerja Bakti

e.      Sifat Dan Hakikat Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai sifat yang kaku tapi sangatlah ramah. Biasanya adat dan kepercayaan masyarakat sekitar yang membuat masyarakat pedesaan masih kaku, tetapi asalkan tidak melanggar hukum adat dan kepercayaan maka masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang ramah.
Pada hakikatnya masyarakat pedesaan adalah masyarakat pendukung seperti sebagai petani yang menyiapkan bahan pangan, sebagai PRT atau pekerjaan yang biasanya hanya bersifat pendukung tapi terlepas dari itu masyarakat pedesaan banyak juga yang sudah berpikir maju dan keluar dari hakikat itu.

f.      Unsur-Unsur Desa
1. Daerah, meliputi lokasi, luas, dan batas wilayah serta penggunaannya.
2.         Penduduk, berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas penduduk yang meliputi jumlah, pertumbuhan, kepadatan, persebaran, dan mata pencaharian.
3.         Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan pergaulan sesama warga desa. Biasanya ikatan pergaulan antar anggota masyarakat desa masih sangat erat.




g.      Fungsi Desa
1. Desa sebagai sumber pangan, desa yang merupakan hinterland atau daerah dukung berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok
2.         Desa sebagai sumber ekonomi, desa ditinjau dari sudut pemberian ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah dan tenaga kerja yang tidak kecil artinya
3.         Desa sebagai mitra pembangunan wilayah kota, desa dari segi kegiatan kerja desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dll.

3.    Perbedaan Masyarakat Kota Dengan Masyarakat Desa
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
Masyarakat Pedesaan
Masyarakat Kota
>Perilaku homogen
>Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan  
>Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
>Isolasi sosial, sehingga statik
Kesatuan dan keutuhan kultural
Banyak ritual dan nilai-nilai sakral

>Kolektivisme
>Perilaku heterogen
>Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
>Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
>Mobilitas sosial, sehingga dinamik
Kebauran dan diversifikasi kultural
Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular  
>Individualisme
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan  sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1)    jumlah dan kepadatan penduduk
2)    lingkungan hidup
3)    mata pencaharian
4)    corak kehidupan sosial
5)    stratifiksi sosial
6)    mobilitas sosial
7)    pola interaksi sosial
8)    solidaritas sosial
9)    kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional
Pada mulanya masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan pada akhirnya masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan, dan melupakan kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat kota adalah bagaimana cara mereka mengambil sikap dan kebiasaan dalam memecahkan suata permasalahan. Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
1.    Sederhana
2.   Mudah curiga
3.   Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
4.   Mempunyai sifat kekeluargaan
5.   Lugas atau berbicara apa adanya
6.   Tertutup dalam hal keuangan mereka
7.   Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
8.   Menghargai orang lain   
9.   Demokratis dan religius
10.        Jika berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan cara beadaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan. Berbeda dengan karakteristik masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding kenyamanan pribadi atau individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban community.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah peribadatan seperti di masjid, gereja, dan lainnya.
2.  Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain
3. Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan agama dan sebagainya.
4. jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
5. interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan, sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.

  B. PERTENTANGAN DAN INTERAKSI SOSIAL
1.      Perbedaan Kepentingan
                   Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri, jika individu berhasil memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasakan kepuasan dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kepentingan akan menimbilkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. 
Dengan berpegang prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat pada hakikatnya merupakan kepuasan pemenuhan dari kepentingan tersebut. 
Oleh karena individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang yang sama persis dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan kepentingan itu antara lain berupa : 
1. Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang.
2.        Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
3.        Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama. 
4.        Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi.
5.        Kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain.
6. Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya 
7. Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri 
8.        Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri    
Perbedaan kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi mengenal beberapa fase yaitu: 
1. fase disorganisasi yang terjadi karena kesalahpahaman. 
2.        fase dis-integrasi yaitu pernyataan tidak setuju. 
fase dis-integrasi ini memiliki tahapan (Menurut Walter W. Martin dkk): 
  ketidaksepahaman anggota kelompok tentang tujuan yang dicapai. 
  norma sosial tidak membantu dalam mencapai tujuan yang disepakati. 
  norma yang telah dihayati bertentangan satu sama lain. 
  sanksi sudah menjadi lemah 
tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok. 
2.     Definisi Diskriminasi dan Ethnosentris
- Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu,
di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
ejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan 
-         Ethnosentris
Ethnosentris ( dalam bhs Indonesia ) adalah kecenderungan sikap Individu yang merasa cara hidup/ budaya mereka lebih superior dan beradab dari yang lainnya. Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri.
Ethnosentrisme dan Stereotype  Perasaan dalam dan luar kelompok merupakan dasar untuk suatu sikap yang disebut dengan ethnosentrisme. Anggota dalam lingkungan suatu kelompok , punyai kecenderungan untuk menganggap segala yang termasuk dalam kebudayaan kelompok sendiri sebagai utama, baik riil, logis, sesuai dengan kodrat alam, dan sebagainya, dan segala yang berbeda dan tidak masuk ke dalam kelompok sendiri dipandang kurang baik, tidak susila, bertentangan dengan kehendak alam dan sebagainya. Jecenderungan-jecenderungan tersebut disebut dengan enthosentrisme, yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
Dalam melakukan penilaian mengenai sesuati, seseorang cenderung menyederhanakan kategori ke dalam dua kutub, seperti kaya miskinm rajin malas, pintar bodoh. Kecenderungan
menyederhanakan secara maksimal ini disebabkan individu lebih mudaj melakukan hal ini dari pada melakukan penilaian secara majemuk. Dengan demikian stereotype bukan saja suatu kategori yang tetap, tetapi juga mengandung penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebihlebihan. Penyederhanaan dan pemukul rataan mengandung stereotype, sehingga merupakan dasar dari prasangka.
3.   Jelaskan Tentang Diskriminasi dan Ketegangan dalam Masyarakat
-      Diskriminasi
Menyangka-nyangka atau lebih dikenal dengan sebutan prasangka, menurut pribadi saya adalah suatu asumsi terhadap seseorang melalui pemikiran tentang suatu hal/kejadian yang belum tentu benar, tetapi orang tersebut sudah men-judge dahulu hal/kejadian yang dilakukan seseorang itu adalah buruk. Mungkin terlalu rumit untuk dijelaskan dan dipahami, tetapi biasanya orang Indonesia lebih sering menggunakan kata “Sukhuzon” daripada menggunakan kata prasangka.

Disamping prasangka ada juga yang disebut dengan diskriminasi. Berprasangka tentu berbeda dengan ber-diskriminasi. Bagi saya, prasangka lebih ke arah karakter/sifat seseorang tetapi berbeda dengan diskriminasi yang cenderung ke arah tindakan. Diskriminasi pada dasarnya berarti tidak adil. Tidak adil terhadap apa?!? Tidak adil berupa tindakan dimana seorang individu diperlakukan tidak secara adil terhadap kondisi fisik sesorang, suku, golongan, ras, agama, cara pandang dan lain-lain. Orang yang diskriminasi cenderung lebih memilih teman dan membeda-bedakan orang. Untuk menghindari terjadinya tindakan-tindakan diskriminasi diperlukan:
a.    Pendidikan yang cukup.
b.    Menjadi dewasa dalam cara berpikir.
c.    Saling menghormati dan menghargai setiap anggota masyarakat disekitarnya.

Kita sebagai manusia cenderung berpikir bahwa apa yang kita lakukan itu adalah hal-hal dan pemikiran kita itu adalah yang benar, yang terbaik, dan lebih berpikir bahwa apa yang sudah kita lakukan itu lebih benar dari yang lainnya. Hal semacam ini disebut dengan etnosentrisme. Etnosentrisme adalah sikap cenderung mengganggap nilai dan norma kebudayaannya lebih unggul dan terbaik dan membedakannya dengan kebubudayaan lain. Biasanya saya menemukan orang-orang yang sepertinya memiliki sifat etnosentrisme ini dengan ciri-ciri bertingkah laku kaku, tidak luwes dan peka, dan canggung dalam bergaul.
-      Ketegangan dalam Masyarakat
Ketegangan dalam masyarakat menurut saya sering terjadi dalam masyarakat di Indonesia. Adanya perbedaan-perbedaan dalam interaksi masyarakat merupakan faktor penyebab timbulnya ketegangan dalam masyarakat yang biasa disebut konflik. Konflik dalam masyarakat bukan berupa perang fisik, walaupun terkadang ada juga yang sampai beradu fisik untuk menyelesaikan konflik tersebut. Konflik terjadi karena perbedaan nilai, norma, aturan antara kelompok yang berselisih dalam masyarakat.

Untuk men-solve konflik masyarakat, saya menyimpulkan beberapa cara yaitu: Melakukan voting, Musyawarah dan berdiskusi dengan pemimpin masyarakat, atau sampai mengundurkan diri untuk menclear masalah.
4.   Golongan-golongan yang Berbeda dan Interaksi social, jelaskan.
Untuk mendalami lebih jauh mengenai materi tentang kontrol sosial, kita akan melihat dengan mengkaitkan materi mengenai interaksi sosial. Interaksi sosial didefinisikan sebagai proses dimana orang-orang yang berkomunikasi saling mempengaruhi dalam tindakan dan pikiran. Pertanyaannya sekarang adalah mengapa orang-orang itu terlibat di dalam interaksi? Jawabannya sederhana saja, kita tinggal mengembalikan kepada asumsi dasar mengenai manusia, yaitu manusia adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, maka manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia saling membutuhkan. Dan untuk memenuhi kebutuhannya, maka manusia harus melakukan interaksi. Dengan interaksi, kebutuhan manusia akan dapat terpenuhi.
Kalau kita bicara megenai interaksi, maka setidaknya kita akan bicara mengenai dua orang. Oleh Simmel hubungan yang terjadi antara dua orang ini dikatakan sebagai kelompok dyadic (kelompok dua-an). Dalam kelompok ini, kondisi yang terjadi adalah kemungkinan untuk terputusnya interaksi menjadi sangat besar. Bayangkan jika Anda berinteraksi dengan salah satu teman Anda, kemudian teman Anda pergi meninggalkan Anda, maka Anda hanya akan tinggal sendiri dan tidak bisa lagi melakukan interaksi. Lain halnya bila interaksi yang Anda lakukan terjadi bersama tiga orang teman Anda. Jika salah satu pergi meninggalkan Anda, maka interaksi masih bisa dilakukan dengan rekan Ada yang lain yang masih tinggal. Untuk itulah Simmel mencoba mengukur mutu suatu kelompok dengan mendasarkan pada jumlah anggota kelompok. Semakin besar jumlah anggota kelompok yang ada, maka kelompok itu dapat dikatakan memiliki mutu yang semakin tinggi. Namun hal itu tentu saja masih diperdebatkan, karena terkesan terlalu menyederhanakan suatu masalah.
Lebih lanjut Simmel juga menegaskan bahwa dalam kelompok tryadic (kelompok tiga- an) ada beberapa macam, yaitu:
1) Kelompok dimana orang ketiga berperan sebagai mediator. Orang ketiga ini akan menjadi penengah ketika antara dua orang dalam kelompok yang lain saling bertengkar.
2)                Kelompok dimana orang ketiga berperan sebagai tertius gaudiens. Orang ketiga ini akan menjadi senang ketika antara dua orang dalam kelompok yang lain saling bertengkar, karena ia akan dapat mengambil keuntungan dari pertengkaran tersebut.
3)                Kelompok dimana orang ketiga berperan sebagai devide et impera. Orang ketiga ini akan menjadi "provokator" atau selalu mengadu domba antar anggota kelompok lainnya, agar mereka bertengkar.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih atau lebih jauh lagi di dalam masyarakat? Untuk membahas lebih jauh ada baiknya jika kita menggunakan konsep yang dikatakan sebagai kontrol sosial. Jika kita bicara mengenai kontrol sosial, maka kita setidaknya harus mengetahui terlebih dahulu mengenai 3 pandangan dalam sosiologi, dalam memandang keberadaan individu dan masyarakat. Masing-masing pandangan berbeda dalam menempatkan kontrol sosial dan lebih jauh lagi dalam menempatkan interaksi antara anggotanya. Mari kita lihat satu persatu. .
·      Golongan yang memberi penekanan pada masyarakat, memandang bahwa masyarakat mempengaruhi individu dalam melakukan interaksinya. Golongan ini dipelopori oleh Durkheim yang memperkenalkan konsepnya yang terkenal, yaitu fakta sosial. Masyarakat mempengaruhi individu, dengan kata lain ada kontrol sosial yang ada di dalam masyarakat yang mempengaruhi interaksi yang terjadi antara individu. Kontrol sosial didefinsikan sebagai cara yang dipakai masyarakat untuk mengendalikan si penyimpang pada jalur yang sudah diyakini masyarakat sebagai garis yang benar. Dengan demikian, dalam melakukan interaksinya, individu-individu dikontrol oleh suatu di luar dirinya, yang kita katakan sebagai kontrol sosial. Ambil contoh berikut sebagai ilustrasi. Bayangkan Anda sekarang ini berada di rumah. Anda ingin berinteraksi dengan orang tua. Maka Anda diharuskan untuk menunggu orang tua Anda bangun pagi, baru Anda diperbolehkan bicara. Anda dilarang untuk membangunkan orang tua. Nah ada kontrol sosial yang mengatur Anda dalam berinteraksi di rumah. Kemudian Anda keluar rumah dan pergi ke kampus. Di lingkungan kampus, kembali Anda dihadapkan pada kontrol sosial yang berbeda dengan apa yang Anda hadapi di rumah. Dan lagi-lagi Anda dihadapkan pada seperangkat aturan yang mengkontrol interaksi Anda dengan orang lain. Misalnya saja di dalam ruang kuliah Anda tidak boleh bicara dengan rekan Anda di sebelah. Anda tidak boleh makan di ruang kuliah, dan sebagainya. Semua itu merupakan kontrol sosial yang mempengarui interaksi yang Anda lakukan. Dengan demikian terlihatlah bahwa masyarakat (dalam hal ini digambarkan dengan kontrol sosial) mempengaruhi individu (digambarkan dengan interaksi).
Hal ini menjadi semakin jelas bila kita mengkaitkan interaksi dengan stratifikasi. Dalam stratifikasi kita mengenal adanya pembedaan kelas, dimana dalam kelas yang berbeda, maka interaksi yang ada juga akan berbeda. Sebagai ilustrasi, Anda bisa saja mengatakan dengan gaya prokem kepada rekan Anda dengan memakai kata-kata "lu, gue", sedangkan hal yang sama tidak mungkin Anda lakukan bila Anda berhadapan dengan dosen. Nah kondisi ini menggambarkan bagaimana interaksi yang terjadi antar individu dipengaruhi oleh kontrol sosial yang ada di dalam masyarakat.
·      Golongan yang kedua, memberikan penekanan yang berlawanan dengan golongan pertama. Golongan ini dipelopori oleh Weber, yang memperkenalkan konsep tentang "meaning" atau makna. Bukan masyarakat yang memegang peranan penting, namun justru individulah yang memegang peran sentral. Individu memiliki kebebasan dalam melakukan interaksi. Memang golongan ini mengakui bahwa ada sesuatu di luar diri manusia yang mempengaruhi individu dalam berinteraksi, namun individu memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang akan dia lakukan. Jika Durkheim menganggap reaksi yang diberikan individu berbeda dengan apa yang ada di masyarakat, maka dikatakan sebagai penyimpangan, namun lain halnya dengan Weber, yang menganggap perbedaan reaksi yang diberikan merupakan suatu hal yang wajar dan bukan penyimpangan, karena manusia merupakan individu yang unik. Dalam pandangan Weber kontrol sosial tidak terlihat secara jelas dalam mempengaruhi interaksi. Yang ditekankan dalam golongan ini untuk melakukan interaksi adalah adanya kesamaan arti terhadap apa yang dikomunikasikan oleh individu. Interaksi tentunya tidak akan berjalan sebagaimana mestinya jika orang-orang yang saling berinteraksi tidak memiliki kesamaan arti. Bayangkan jika Anda berinteraksi dengan orang Jawa kuno, yang sangat kolot. Dalam interaksi tersebut Anda menunjuk orang tersebut dengan jari telunjuk (sesuatu hal yang wajar dalam masyarakat umum). Yang terjadi kemudian adalah ia akan menjadi marah, karena dalam adat orang Jawa tersebut, tindakan yang Anda lakukan adalah tidak sopan. (untuk menunjuk sesorang dengan status yang lebih tinggi biasanya digunakan ibu jari dan bukan jari telunjuk). Nah terlihat jelas bukan, bahwa kesamaan arti merupakan suatu hal yang krusial dalam melakukan interaksi. Lebih jelas lagi jika Anda mencoba menjawab pertanyaan ini, "mungkinkah Anda berbicara dengan suku Indian di Amerika yang hanya bisa berbahasa Indian?"
·      Golongan yang ketiga boleh dikatakan golongan yang mencoba menjembatani kedua golongan yang berlawanan penekanan tersebut. Golongan ini dipelopori oleh Berger, yang memperkenalkan konsep eksternalisasi dan internalisasi. Untuk golongan ini terlihat jelas bagaimana proses interaksi berlangsung, dan bagaimana kontrol sosial mempengaruhi proses interaksi tersebut. Mari kita lihat bersama-sama. Individu sebagai mahluk sosial, memiliki beberapa kebutuhan yang hanya dapat ia terima melalui orang lain. Individu perlu berinteraksi dengan sesama. Pada saat yang bersamaan individu melakukan suatu proses yang oleh Berger dikatakan sebagai eksternalisasi. Konsep ini didefinisikan sebagai upaya mengungkapkan apa yang ada di dalam diri individu. Proses ini menggambarkan apa yang diungkapkan oleh Weber, bahwa individu bebas mengungkapkan apa yang ada di dalam dirinya. Apa yang diungkapkan oleh individu setelah melalui proses pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang mapan, sesuatu yang sudah diakui secara bersama oleh suatu komunitas, yang oleh Berger dikatakan bahwa pada saat itu telah terjadi objektivikasi. Kemudian setelah melalui proses berikutnya si individu justru berperilaku sesuai dengan apa yang sudah mapan, yang oleh Berger dikatakan sebagai internalisasi, yaitu menyerap apa yang ada di luar individu), lalu dimana proses interaksi berlangsung? Boleh dikata proses interaksi bisa berlangsung pada saat individu melakukan eksternalisasi, pada saat individu melakukan objektivikasi, dan pada saat individu melakukan internalisasi. Dengan kata lain apa yang dilakukan oleh individu, berada dalam kerangka interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya.
5.   Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interkasi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antar manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya didalam amasyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, proses sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk hubungan sosial.
Homans ( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya.
Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
 
Sedangkan menurut Shaw, interaksi sosial adalah suatu pertukaran antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing- masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut dan Kelley bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain.
Menurut Bonner ( dalam Ali, 2004) merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.
Menurut beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, interaksi adalah hubungan timbal balik anatara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi.

Sumber:
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/isip4110/faktor_stra.htm


Tidak ada komentar:

Posting Komentar